"Ustadz, untuk apa kita hidup? Bisa nggak kita minta: Nggak usah hidup, nggak usah ada surga, nggak usah ada neraka".
Ustadz menjawab lebih semangat, "Kau cari jembatan. Terjun dari atas. Mampus kau dalam neraka jahannam".
Jamaah membalas: "Insya Allah, Ustadz".
Jangan-jangan dia terjun beneran. Padahal jawaban itu ada di Surah pertama Juz 29, Surah Al-Mulk: "Dia yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya".
Kita masih hidup sampai hari ini, bukan karena kita ingin, karena banyak sekali yang ingin hidup, tapi duluan mati.
Allah ingin kita beramal.
Sempat-sempatkan Dhuha sebelum pergi pagi.
Sempat-sempatkan shalawat dalam perjalanan.
Sempat-sempatkan shalat jamaah ke masjid.
Sempat-sempatkan baca Qur'an menjelang sholat, atau sesudah sholat.
Sempat-sempatkan ke warung ketika baru dapat duit, beli beras, gula, teh, roti, yang biasa kita makan, lalu sempat-sempatkan singgah ke rumah anak yatim, faqir miskin. Makanan itu lalu di leher kita, singgah pula di tenggorokan mereka.
Kalau rezeki berlebih, sempat-sempatkan mencari orang terlilit utang. Motor baru hilang, debt collector asik datang. Membuat masalah orang hilang, Allah buat kita senang.
Kalau nampak jam tangan harga 30 Juta, duit ada. Tahan selera. Yang sejuta pun jarumnya dua juga, fungsinya sama. Kadang kita aja rasa bangga, orang tengok tak apa-apa. Sisanya datang ke MDA, bayarkan gaji guru tertunda.
Itulah hidup.
Tapi jangan bangga dengan amal, karena neraka sudah mengenal, orang yang baik dan yang binal.
Jangan aniaya orang, jangan makan titik peluh. hidup singkat, bukan lama. Yang kaya-kaya dulu, mati.
Tidak ada komentar:
Write komentar